This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 02 Maret 2015

Indigofera, Sumber Bahan Pakan Ternak Masa Depan



Rekan-rekan Jelajah Inovasi, perburuan terhadap tanaman yang dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak terus berlangsung hingga kini. Target pencarian itu adalah menemukan jenis tanaman yang gampang dan cepat dibudidayakan serta memiliki kanduangan gizi yang tinggi untuk menopang pertumbuhan ternak. Saat ini, upaya eksplorasi kekayaan hayati itu telah sampai pada satu jenis tanaman bernama indigofera. Tumbuhan indigofera sudah lama dikenal di Indonesia. Informasi yang dapat dipercaya mengatakan bahwa Indigofera dibawa ke Indonesia oleh bangsa Eropa sekitar tahun 1900, dan sekarang terus berkembang secara luas. Di Wilayah Jawa Barat tanaman yang dikenal dengan nama tarum ini sudah sejak lama digunakan sebagai pewarna kain, demikian juga halnya di wilayah pulau Jawa Iainnya.
Pemanfaatan tumbuhan ini sebagai pakan ternak, baik di wilayah Jawa Barat maupun di wilayah lain di Indonesia baru dipublikasikan pada awal tahun 2000. Tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Perkebunan indigofera yang pertama di Indonesia adalah di Wonogiri (Jawa Tengah) sebagai salah satu tanaman yang wajib ditanam disamping kopi, karet, tebu dan teh pada saat tanam paksa pada tahun 1830 (Anonimous, 2011), jadi jauh sebelum tahun 1900. Selanjutnya dilaporkan bahwa masyarakat di sekitar Ambarawa, Jawa Tengah hanya mengetahui bahwa Indigofera baik sebagai tanaman peneduh kopi dan bisa menyuburkan tanaman kopi.
Jenis-jenis lndigofera dapat tumbuh sampai 1.650 m di atas permukaan laut, dan tumbuh subur di tanah gembur yang kaya akan bahan organik. Sebagai tanaman penghasil pewarna, indigofera ditanam di dataran tinggi dan sebagai tanaman sekunder di tanah sawah. Lahan sebaiknya berdrainase cukup baik. Jika digunakan sebagai tanaman penutup tanah, Indigofera arrecta hanya dapat ditanam di kebun dengan sedikit naungan atau tanpa naungan. Jenis ini menyenangi iklim yang panas dan lembab dengan curah hujan tidak kurang dari 1.750 mm/tahun. Tanaman ini mampu bertahan terhadap pengenangan selama 2 bulan.
Indigofera tinctoria tidak toleran terhadap curah hujan tinggi dan penggenangan. Dalam keadaan tumbuh secara alami atau liar jenis-jenis Indigofera dijumpai di tempat-tempat terbuka dengan sinar matahari penuh, misalnya lahan-lahan terlantar, pinggir jalan, pinggir sungai, dan padang rumput, kadang-kadang sampai ketinggian 2.000 meter diatas permukaan laut.
Indigofera sp. sangat balk dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor 0,18%. Leguminosa Indigofera sp. memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al., 2007).
Dengan kandungan protein yang tinggi (26 - 31%) disertai kandungan serat yang relatif rendah dan tingkat kecernaan yang tinggi (77%) tanaman ini sangat baik sebagai sumber hijauan baik sebagai pakan dasar maupun sebagai pakan suplemen sumber protein dan energi, terlebih untuk ternak dalam status produksi tinggi (Iaktasi). Karena toleran terhadap kekeringan, maka Indigofera sp. dapat dikembangkan di wilayah dengan iklim kering untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan hijauan terutama selama musim kemarau.
Keunggulan lain tanaman ini adalah kandungan taninnya sangat rendah berkisar antara 0,6 - 1,4 ppm (jauh di bawah taraf yang dapat menimbulkan sifat anti nutrisi). Rendahnya kandungan tanin ini juga berdampak positif terhadap palatabilitasnya (disukai ternak).
Dalam hal kemampuan menghasilkan hijauan pakan, I. hendecaphylia dapat menghasilkan 5 ton/ha bahan hijauan setelah berumur 2 bulan dan 25 ton/ha apabila berumur 6 bulan. Setelah dipotong atau digembalai di padang rumput, I. schimperi bisa tumbuh kembali dengan cepat. Spesies ini mengandung protein kasar sekitar 10% pada batangnya sampai Iebih dari 20% pada daunnya, sedangkan ADF-nya berkisar antara 28% hingga 36%. Dilaporkan juga bahwa I. schimperi tidak mengandung racun termasuk indospicine.
Benih Di Lolit Kambing Potong
Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih adalah salah satu institusi penelitian yang ‘getol’ mengembangkan indigofera sebagai sumber bahan pakan ternak kambing. Beberapa penelitinya yang dikenal sebagai pengembang indigofera adalah Rijanto Hutasoit, SP, M.sc dan Andi Tarigan, SP. Saat ini Lolit Kambing Potong sudah mampu memproduksi benih indigofera dalam bentuk biji, benih-benih ini telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Lolit Kambing Potong Sei Putih sendiri menggunakan Indigofera sebagai sumber bahan pakan murah untuk menunjang ternak kambing. Inovasi pakan murah berbahan indigofera menjadi penelitian ungulan di Lolit Kambing Potong ini. Lis (Sumber: Buku Indigofera Sebagai Pakan Ternak, Balitbangtan)
Sumber: SinarTani Edisi 18-24 Pebruari 2015 No: 3595 Tahun XLV
http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=47492:indigofera-sumber-bahan-pakan-ternak-masa-depan&catid=4:berita

Sabtu, 28 Februari 2015

Hijauan Pakan Ternak di Indonesia


Perkembangan ternak di Indonesia khususnya ternak ruminansia tidak terlepas dari ketersediaan pakannya, terutama hijauan pakan ternak. Dengan demikian hijauan pakan merupakan salah satu faktor pembatas perkembangan sub-sektor peternakan yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Buku Hijauan Pakan Ternak di Indonesia ini diterbitkan antara lain untuk mendukung program Prima Tani yang sedang dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian melalui BPTP-BPTP yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagaimana diketahui, kegiatan Prima Tani pada tahun 2007 dilaksanakan di 201 lokasi di 200 kabupaten di seluruh Indonesia. Sebanyak 134 lokasi atau sekitar 65% di antaranya akan mengembangkan ternak ruminansia yang memerlukan hijauan pakan. Dengan demikian buku ini akan sangat bermanfaat bagi para manajer laboratorium, koordinator klinik pertanian dan para pemandu teknologi di dalam upayanya memberikan pelayanan kepada para petani-peternak.
Dengan diterbitkannya buku Hijauan Pakan Ternak di Indonesia ini, pemahaman para pengelola Prima Tani mengenai hijauan pakan akan lebih baik sehingga mereka akan Iebih mampu memfasilitasi kebutuhan peternak akan pengetahuan tentang hijauan pakan, khususnya yang tumbuh di wilayahnya masing-masing.
File Download:
Cover (139 Kb)
Kata Pengantar (259 Kb)
Daftar Isi (236 Kb)
Pendahuluan (156 Kb)
Beberapa Istilah di dalam Hijauan Pakan Ternak (296 Kb)
Sumber dan Potensi HPT (558 Kb)
Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT (230 Kb)
Budidaya (542 Kb)
Pengawetan (217 Kb)
Pemilihan jenis TPT untuk petani (88 Kb)
Jenis-jenis HPT yang Penting (1.645 Kb)
Daftar Pustaka (125 Kb)
Daftar Lampiran (471 Kb)
Data Penulis (471 Kb)

Selasa, 03 Februari 2015

Kulit Buah dan Biji Markisa sebagai Pakan Ternak Kambing


Kulit buah dan biji markisa merupakan produk samping dari industri pengolahan buah markisa segar untuk menghasilkan sari atau konsentrat markisa. Dari satu ton buah markisa segar dapat dihasilkan sebanyak 445 kg kulit buah segar dan 148 kg biji markisa.

Penggunaan tepung kulit buah markisa dalam pakan komplit (45% bahan kering) menghasilkan PBBH pada kambing yang tinggi 80-105 g  untuk mensubstitusi rumput atau sumber serat lain.

Untuk menghasilkan bahan pakan yang siap pakai dengan prosedur dan teknologi sederhana yaitu sbb.:

Pengeringan merupakan proses yang pentingi. Pengeringan dilakukan untuk menghindari kerusakan bahan (pelapukan) yang akan menurunkan palatabilitas dan konsumsi. Pengeringan dengan energi matahari membutuhkan waktu sekitar 2-4 hari untuk mendapatkan bahan dengan kadar air sekitar 10-12%.

Penggilingan biji markisa dapat dipercepat dengan mencampur bahan lain yang berfungsi sebagai bahan pengisi (filler). Minyak (lemak) yang keluar dari endosperm biji saat digiling membuat proses penggilingan lebih sulit namun dengan penggunaan filler, maka minyak akan langsung diserap, sehingga proses penggilingan menjadi lebih efisien. Rasio campuran biji : filler yang optimal berkisar antara 1 : 5-7.

Pengawetan kulit buah markisa dilakukan dengan fermentasi anaerobik (ensilase) yang menghasilkan silase kulit buah markisa yang dapat disimpan didalam silo selama kurang lebih tiga bulan. Penggunaan silase kulit buah markisa sebagai komponen dalam pakan komplit juga menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang relatif tinggi pada kambing (63-93 g) .

Sumber: Ginting et al. (Loka Penelitian Kambing Potong) Informasi selengkapnya:
Nutrisi dan Pakan Kambing dalam Sistem Integrasi dengan Tanaman

Kamis, 29 Januari 2015

Ransum pre-starter berbahan papaya matang pada ayam lokal KUB meningkatkan nilai efisiensi


Penelitian pemberian ransum pre-starter berbahan papaya matang  pada ayam lokal KUB telah telah dilakukan oleh peneliti Balai Penelitian Ternak dan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Percobaan ini  dilaksanakan dengan menggunakan 480 ekor anak ayam umur satu hari yang diamati sampai dengan umur 84 hari. Ini merupakan percobaan pertama yang masih memerlukan percobaan lanjutan untuk menggali lebih dalam lagi berbagai respon fisiologis, yang ditimbulkan ayam lokal dan sekaligus memberikan informasi pengaruh berbagai bahan pakan lokal yang diformulasikan dalam ransum pre-starter.

Secara umum hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian ransum pre-starter berbahan papaya matang pada ayam lokal KUB meningkatkan nilai efisiensi kinerja (EPEF= European performance efficiency factor), sebagai akibat meningkatnya efisiensi penggunaan ransum dan tingkat vitalitas yang tinggi. (REP)

Informasi selengkapnya :http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=47076

Selasa, 29 April 2014

Teknologi Pengolahan Hasil Samping Pertanian Untuk Pakan Kambing


Hasil samping pertanian adalah potensi sumberdaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung produksi ternak kambing, mengingat antara lain kedepan akan semakin terbatas sumberdaya (lahan,air, energi), harga bahan pakan sumber energi (biji-bijian) dan sumber  protein semakin mahal. Untuk meningkatkan mutu nutrisi maupun untuk memudahkan penanganannya perlu dilakukan teknologi prosesing yang spesifk untuk bahan baku pakan tertentu.  Proses fisik (pencacahan, separasi, hidrotermal), proses kimiawi (amoniasi, hidrolisis NaOH, oksidasi) dan proses biokonversi (fermentasi dan ensilasi) merupakan beberapa alternatif teknologi prosesing yang dapat digunakan. Demikian menurut Dr. Simon P. Ginting dari Loka Penelitian Kambing Potong dengan topic bahasan “Teknologi Pengolahan Hasil Samping Pertanian Untuk Pakan Kambing.
Materi tersebut dipresentasikan pada acara seminar bulanan Puslitbang Peternakan yang dilaksanakan pada tanggal 25 April 2014 di Aula Puslitbang Peternakan, acara dihadiri oleh sekitar 50 peserta yang berasal instansi Lingkup Badan Litbangtan peneliti, pengkaji dan penyuluh serta dari luar Badan Litbangtan antara lain Ditjen PKH, STTP Cibalagung, BBPKH Cinagara, BPPT, LIPI, Dinas Peternakan Kota dan Kabupaten Bogor. Ada 2 topik bahasan dalam acara seminar ini yang dilanjutkan dengan diskusi dimoderatori oleh Kepala Bidang KSPHP Puslitbang Peternakan.

Sabtu, 26 April 2014

Formulasi Ransum Berbasis Singkong


Pakan merupakan 70% dari komponen bisnis peternakan. Untuk mengatasi permasalahan pakan, saat ini pengembangan usaha sapi potong sudah seharusnya dilakukan dengan pendekatan pola integrasi yang dapat dilakukan dengan tanaman pangan, perkebunan ataupun yang lain. Pemanfaatan bahan pakan lokal asal biomas tanaman secara optimal dan sebaliknya menekan penggunaan bahan pakan dari luar, dikenal dengan konsep low external input sustainable agriculture (LEISA) merupakan alternatif pilihan.
Loka Penelitian Sapi Potong telah melakukan penelitian pakan menggunakan salah satu bahan asal biomas tanaman pangan yaitu biomas singkong sebagai upaya efisiensi pada pemeliharaan sapi pedet lepas sapih.

Jumat, 25 April 2014

Indigofera Sebagai Pakan Ternak


Pakan merupakan salah satu input produksi yang sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan karena secara langsung mempengaruhi produktivitas dan efisiensi. Pada ternak ruminansia, hijauan pakan masih merupakan komponen utama dalam sistem pakan dan merupakan sumber pakan yang relatif murah disebagian besar agro-ekositem di Indonesia.  Hijauan pakan di daerah tropis seperti  Indonesia cenderung memiliki kualitas nutrisi yang lebih rendah dibandingkan dengan hijauan di daerah beriklim sedang, karena proporsi serat yang tinggi, kandungan protein yang rendah serta potensi defisiensi beberapa unsur mineral. Disamping itu, ketersediaannya cukup berfluktuasi, terutama akibat pengaruh curah hujan. Kuantitas dan kualitas hijauan pakan akan menurun selama musim kemarau dan menyebabkan produksi ternak dapat menurun secara drastis. Ketersediaan tanaman pakan yang memiliki kualitas nutrisi tinggi dan mampu tumbuh sepanjang tahun diharapkan dapat mengatasi fluktuasi tersebut. Penelitian tentang potensi Indigofera spp. Sebagai salah satu jenis hijauan pakan ternak, khususnya ternak ruminansia telah dilakukan cukup intensif oleh berbagai institusi dan telah dipublikasi diberbagai jurnal  ilmiah maupun publikasi lainnya.  Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa Indigofera spp. memiliki potensi yang tinggi sebagai sumber pakan berkualitas tinggi dengan adaptasi yang baik terhadap kekeringan. Oleh karena itu, tumbuhan ini merupakan alternatif sumber pakan yang menjanjikan untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia di berbagai agroekosistem. Tersebarnya hasil-hasil penelitian pada berbagai publikasi dengan aspek penelitian yang beragam menyebabkan informasi tentang Indigofera spp. terkait perannya dalam pertanian secara umum sulit untuk digunakan sebagai rujukan dalam rekomendasi pemanfaatannya secara optimal.
Pembuatan buku tentang Indigofera ini bertujuan untuk merangkum, menelaah dan menganalisis berbagai aspek tentang Indigofera dalam kaitannya dengan pertanian. Aspek yang ditampilkan merupakan rangkaian topik yang bersifat hulu sampai hilir, yaitu menyangkut aspek taksonomi, eksplorasi dan koleksi, produksi benih dan perbanyakan tanaman, agronomi dan ekofisiologi, potensi sebagai pakan, kandungan senyawa sekunder yang bersifat antinutrisi, serta penelitian mendatang yang diperlukan untuk memaksimalkan pemanfaatan Indigofera dalam pertanian.
Semoga buku ini dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi berbagai pihak dalam rangka pengembangan pertanian khususnya peternakan di Indonesia.
Cover, Kata Pengantar,  Daftar Isi : Download (512 Kb)
BAB I dan BAB II : Download (770 Kb)
BAB III : Download (1.162 Kb)
BAB IV dan BAB V : Download (1.621 Kb)
BAB VI : Download (945 Kb)
BAB VII : Download (1.068 Kb)